Tattoo Supreme – Selama bertahun-tahun, tato di bagian pinggang bawah—yang secara kontroversial dikenal dengan sebutan “tramp stamp”—sering kali dicap negatif oleh masyarakat. Dulu dianggap simbol “nakal” atau bahkan “memalukan”, tato ini sempat tenggelam dan dihindari oleh banyak perempuan. Namun kini, terjadi sebuah pergeseran besar dalam persepsi publik.
Revolusi ‘tramp stamp’ sedang berlangsung. Tato pinggang bawah tidak hanya kembali ngetren di kalangan perempuan milenial dan Gen Z, tapi juga menjelma menjadi simbol pemberdayaan feminine yang kuat. Dari selebriti, seniman tato, hingga aktivis feminis—semuanya mulai mengadopsi ulang tato ini dengan cara yang sangat berbeda dari masa lalu.
Istilah “tramp stamp” sendiri bermula dari budaya pop awal 2000-an. Tato ini sering kali dikaitkan dengan keseksian berlebihan, kenakalan, dan bahkan stereotip misoginis yang menyudutkan perempuan. Banyak media saat itu memperkuat persepsi negatif tersebut, menciptakan citra bahwa perempuan yang memiliki tato pinggang bawah dianggap “tidak pantas” atau “tidak serius.”
Namun, narasi tersebut kini dibalikkan. Generasi saat ini—terutama yang tumbuh dengan kesadaran gender dan tubuh—menolak definisi usang yang dilekatkan pada tato mereka. Tato pinggang bawah kini dilihat sebagai bentuk reclaiming, atau pengambilalihan narasi atas tubuh dan ekspresi diri.
Menurut seniman tato ternama asal London, Isabella Wren, “Banyak klien saya datang dengan niat sadar ingin reclaim tato pinggang bawah mereka. Mereka ingin menunjukkan bahwa tato ini bukan milik stereotip, tapi milik mereka sendiri.”
Di tengah gelombang nostalgia fashion Y2K (tahun 2000-an awal), muncul kembali popularitas low-rise jeans, crop top, hingga aksesori bling-bling. Tak heran jika tato pinggang bawah pun ikut kembali menjadi sorotan.
Platform seperti TikTok dan Instagram menjadi ruang ekspresi di mana perempuan membagikan tato mereka dengan bangga, menyebutnya sebagai bagian dari body autonomy dan kebangkitan estetika sensual yang tidak menghakimi. Hashtag seperti #TrampStampRevival, #LowerBackTattoo, dan #FeminineInk bahkan telah ditonton jutaan kali.
Selebriti seperti Dua Lipa, Rihanna, hingga Julia Fox telah memamerkan tato di area pinggang bawah mereka, secara tak langsung mendorong tren ini kembali ke permukaan. Tak hanya dianggap seksi, tato ini kini dilihat sebagai bentuk seni tubuh yang strategis dan estetis.
Banyak perempuan yang memilih tato pinggang bawah bukan hanya karena estetika, tapi juga karena alasan pribadi dan spiritual. Area tubuh tersebut dianggap sebagai pusat kekuatan feminin, melambangkan perut bawah, tempat organ reproduksi, dan simbol kehidupan.
Dalam beberapa budaya tradisional, bagian pinggang hingga perut bawah adalah pusat energi atau chakra sakral. Menempatkan tato di area tersebut bisa menjadi bentuk penghormatan terhadap siklus kehidupan perempuan, kesuburan, atau bahkan sebagai bagian dari proses penyembuhan emosional.
Misalnya, tato bunga lotus, bulan sabit, atau frasa mantra sering dipilih untuk merepresentasikan kebangkitan, kekuatan, dan ketenangan batin. Beberapa perempuan bahkan menato ulang bekas luka operasi caesar atau prosedur medis lain sebagai bentuk rekonsiliasi dengan tubuh mereka.
baca juga : “Teknologi untuk Masa Depan Membentuk Dunia yang Lebih Cerdas“
Dibandingkan dengan masa lalu, desain tato pinggang bawah kini jauh lebih beragam dan artistik. Jika dulu tato ini didominasi motif tribal generik, kini seniman tato menawarkan berbagai gaya mulai dari minimalist, fine line, ornamental, hingga neo-traditional.
Teknologi tinta dan jarum yang lebih canggih juga membuat hasil tato menjadi lebih halus dan bertahan lama. Banyak seniman juga menggabungkan desain dengan bentuk tubuh, menciptakan komposisi yang mengikuti lekuk natural pinggang dan tulang belakang.
Seniman tato seperti Mina Kim dari Seoul dan Angela Ramirez dari Los Angeles kini menjadi referensi global karena karya-karya pinggang bawah mereka yang subtil, elegan, dan penuh cerita.
Fenomena ini tidak hanya soal tren visual, tapi menyentuh isu yang lebih dalam: hak perempuan atas tubuh mereka sendiri. Tato pinggang bawah, dalam konteks modern, menjadi semacam pernyataan politik—bahwa perempuan berhak tampil sensual, spiritual, dan kuat tanpa harus terjebak dalam penghakiman sosial.
Banyak perempuan membagikan cerita mereka di media sosial tentang bagaimana tato ini menjadi bagian dari perjalanan healing, dari trauma, penolakan tubuh, hingga pencarian jati diri.
Salah satu pengguna TikTok, @siennaskin, membagikan kisahnya menato bagian pinggang bawah sebagai bentuk perayaan setelah lepas dari hubungan toksik. “Dulu aku merasa malu. Sekarang aku merasa berkuasa. Tato ini adalah mahkota di tubuhku,” katanya dalam unggahan yang viral.
Sayangnya, tidak semua orang bisa menerima perubahan makna ini begitu saja. Masih ada sebagian masyarakat yang memandang tato pinggang bawah dengan kacamata lama. Tapi justru di sinilah letak kekuatan tren ini—ia hadir sebagai tantangan terhadap stigma itu sendiri.
Seiring waktu dan edukasi, persepsi masyarakat perlahan berubah. Bahkan di dunia profesional, tato semakin diterima. Banyak pekerja kreatif, influencer, hingga profesional korporat yang tetap tampil percaya diri dengan tato di tubuh mereka, termasuk di bagian pinggang.
Bagi yang tertarik ikut dalam revolusi ini, berikut beberapa tips penting: