Tattoo Supreme – Tattoo LGBTQ+ bertema pelangi kini menjadi simbol identitas dan kebanggaan bagi banyak komunitas queer di seluruh dunia. Namun siapa sangka, desain tattoo yang dianggap sebagai ekspresi kebebasan ini justru dilarang secara hukum di lima negara. Fenomena ini menuai banyak kontroversi dan menjadi perhatian global. Apa alasan di balik larangan tersebut, dan negara mana saja yang menolak simbol pelangi di tubuh seseorang? Mari kita telusuri lebih dalam.
Tattoo LGBTQ+ bertema pelangi bukan sekadar hiasan tubuh. Simbol pelangi telah lama diadopsi sebagai representasi inklusivitas, keberagaman gender, dan kebebasan cinta. Banyak orang yang menorehkan tattoo ini sebagai bentuk pernyataan jati diri, solidaritas, atau penghormatan terhadap perjuangan hak-hak LGBTQ+.
Desain tattoo pelangi juga sangat beragam, mulai dari bendera pelangi klasik, motif hati dengan warna-warna Pride, hingga bentuk simbolis seperti bunga atau hewan dengan warna pelangi. Di negara-negara dengan kebebasan berekspresi tinggi, tattoo ini mendapat sambutan hangat. Namun sebaliknya, tidak semua negara menerima simbol ini dengan tangan terbuka.
Berikut adalah lima negara yang diketahui melarang atau membatasi secara ketat penggunaan tattoo LGBTQ+ bertema pelangi, baik secara langsung maupun melalui regulasi yang menargetkan simbol LGBTQ+ secara umum:
Rusia terkenal dengan undang-undang “anti-propaganda gay”-nya yang melarang penyebaran informasi LGBTQ+ kepada anak di bawah umur. Tattoo LGBTQ+ bertema pelangi dapat dikategorikan sebagai bagian dari “propaganda” tersebut jika terlihat di tempat umum. Meski tidak ada larangan langsung terhadap tattoo, hukum Rusia memungkinkan aparat untuk menindak individu yang dianggap mempromosikan gaya hidup non-heteroseksual secara visual.
Kasus nyata: Seorang aktivis LGBTQ+ di Moskow ditahan setelah memperlihatkan tattoo pelangi di festival musik. Alasannya? Dituding menyebarkan ideologi terlarang.
Di Iran, tattoo secara umum sudah dianggap sebagai praktik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Tattoo LGBTQ+ bertema pelangi tentu menghadapi pelarangan yang lebih ketat. Hukum syariah di negara tersebut mengkriminalisasi homoseksualitas, dan setiap simbol yang dikaitkan dengan komunitas LGBTQ+ dianggap sebagai penghinaan terhadap agama dan moral publik.
Fakta mengejutkan: Beberapa orang bahkan dihukum cambuk hanya karena memiliki tattoo yang mengandung warna atau simbol pelangi, meskipun tidak secara eksplisit menyatakan dukungan LGBTQ+.
Arab Saudi memiliki regulasi agama yang sangat ketat. Tidak hanya homoseksualitas yang dianggap sebagai kejahatan berat, tapi juga segala bentuk representasi LGBTQ+ termasuk tattoo pelangi dianggap melanggar hukum syariah. Pihak berwenang dapat melakukan penangkapan terhadap siapa pun yang menunjukkan “penyimpangan seksual” di ruang publik, termasuk melalui simbol di tubuh mereka.
Realita keras: Beberapa pengunjung asing pernah dipulangkan karena pihak imigrasi menemukan tattoo LGBTQ+ bertema pelangi selama proses pemeriksaan.
Meski Malaysia adalah negara yang multikultural, hukum pidana syariah masih diberlakukan untuk warga Muslim. Aktivitas LGBTQ+ termasuk tattoo dengan simbol terkait sering menjadi sasaran pengawasan. Tattoo LGBTQ+ bertema pelangi dapat dianggap melanggar norma sosial dan adat lokal.
Kejadian nyata: Sebuah studio tattoo pernah digerebek karena diketahui menerima pesanan tattoo LGBTQ+ dari komunitas lokal. Studio tersebut kemudian ditutup dan pemiliknya dikenakan denda.
Uganda menjadi sorotan dunia karena UU Anti-Homoseksualitasnya yang sangat keras. Pemerintah secara terang-terangan menentang keberadaan komunitas LGBTQ+. Tattoo pelangi dianggap sebagai “alat propaganda” dan siapa pun yang menampilkannya di publik bisa dikenai hukuman pidana.
Akibatnya: Banyak orang LGBTQ+ di Uganda yang hidup dalam ketakutan, bahkan untuk mengekspresikan diri melalui tattoo yang tidak eksplisit sekalipun.
baca juga : “Kesehatan Adalah Aset Terbesar yang Sering Dilupakan“
Larangan terhadap tattoo LGBTQ+ bertema pelangi di beberapa negara bukan semata-mata karena desainnya, tetapi karena simbolisme yang terkandung di dalamnya. Bagi negara-negara dengan nilai konservatif atau hukum agama yang kuat, simbol pelangi dianggap membawa pengaruh Barat dan bertentangan dengan tatanan sosial.
Berikut beberapa alasan utama larangan tersebut:
Komunitas internasional, terutama organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, telah mengecam keras pelarangan semacam ini. Mereka menyatakan bahwa tattoo LGBTQ+ bertema pelangi adalah bentuk kebebasan berekspresi yang seharusnya dilindungi, bukan dikriminalisasi.
Beberapa negara Eropa bahkan secara terbuka mendukung mereka yang mendapat perlakuan diskriminatif akibat memiliki tattoo semacam itu, dengan menawarkan suaka politik dalam kasus tertentu.
Di tengah tekanan dan pelarangan tersebut, muncul pula gelombang perlawanan diam-diam. Banyak seniman tattoo di bawah tanah (underground) yang masih bersedia membuat tattoo LGBTQ+ bertema pelangi sebagai bentuk solidaritas. Di beberapa negara, tattoo ini menjadi lambang perjuangan dan keberanian, bukan sekadar seni di kulit.
Bagi banyak orang, tattoo ini bukan sekadar gambar, tapi manifesto. Sebuah pesan yang berbunyi: “Aku berani menjadi diriku sendiri, meski dunia menolak.”