Tattoo Supreme – Tato telah menjadi bagian dari ekspresi diri yang populer di berbagai kalangan—baik sebagai seni tubuh, simbol budaya, maupun pernyataan personal. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran yang cukup serius: Apakah tinta tato bisa memicu kanker darah, seperti leukemia atau limfoma?
Kekhawatiran ini mencuat ke permukaan setelah kisah seorang perempuan bernama Melanie Baxter, yang mengalami gejala tak biasa setelah menjalani prosedur tato, menjadi viral di media sosial. Ia tak hanya mengalami reaksi alergi parah, tetapi juga menerima diagnosis kanker darah beberapa bulan setelahnya. Apakah ini kebetulan semata, atau adakah kaitan antara tinta tato dan kanker darah?
Mari kita telusuri lebih dalam.
Melanie Baxter adalah seorang ibu muda berusia 32 tahun asal Manchester, Inggris. Sejak remaja, ia sudah menyukai seni tato dan memiliki lebih dari 10 tato di tubuhnya. Namun, sebuah tato terbaru di lengannya menjadi titik balik hidupnya.
Beberapa hari setelah sesi tato tersebut, Melanie mulai mengalami pembengkakan ekstrem di sekitar area tinta, disertai rasa gatal, panas, dan kemerahan yang tak biasa. Awalnya ia mengira ini adalah infeksi kulit biasa. Tetapi, seiring waktu, ia juga mulai merasakan kelelahan kronis, memar di kulit tanpa sebab, dan penurunan berat badan drastis.
Setelah menjalani serangkaian tes, dokter mendiagnosisnya dengan limfoma non-Hodgkin, sejenis kanker darah yang menyerang sistem limfatik. Yang membuat Melanie dan banyak orang terkejut adalah, ia tidak memiliki riwayat keluarga kanker, dan kondisi fisiknya sebelum tato tergolong sehat.
Pertanyaan besar pun muncul: Benarkah tinta tato dapat memicu kanker darah?
Penelitian ilmiah dalam beberapa tahun terakhir mulai mengungkap potensi risiko kesehatan dari bahan kimia dalam tinta tato. Beberapa fakta penting yang perlu diketahui:
Menurut studi yang diterbitkan dalam Scientific Reports (2017), beberapa tinta tato—terutama yang berwarna—mengandung partikel nanopartikel logam berat seperti:
Zat-zat ini dikenal sebagai karsinogen potensial, yaitu bahan yang bisa memicu pertumbuhan sel kanker dalam kondisi tertentu. Walaupun tidak semua tinta mengandung zat berbahaya, sebagian produk di pasaran, khususnya yang tidak melalui regulasi ketat, berpotensi tinggi mencemari tubuh manusia.
Banyak yang mengira tinta tato hanya bertahan di lapisan luar kulit. Padahal, penelitian dari European Synchrotron Radiation Facility menemukan bahwa partikel nano dari tinta bisa berpindah dari kulit menuju kelenjar getah bening, bagian penting dalam sistem kekebalan tubuh. Proses ini bisa mengganggu fungsi sel imun dan memicu reaksi jangka panjang, termasuk inflamasi kronis.
Inflamasi yang tidak tertangani inilah yang, menurut beberapa teori medis, dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan kanker.
Perlu dicatat, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan secara pasti bahwa tinta tato langsung menyebabkan kanker darah. Namun, beberapa penelitian dan laporan kasus seperti yang dialami Melanie memicu kekhawatiran akan kemungkinan hubungan tidak langsung.
Organisasi seperti American Cancer Society dan World Health Organization (WHO) masih menyatakan bahwa hubungan antara tato dan kanker perlu penelitian lanjutan yang lebih komprehensif.
Namun, ECHA (European Chemicals Agency) telah cukup prihatin hingga pada 2022 memberlakukan regulasi ketat terhadap kandungan tinta tato di Uni Eropa, melarang penggunaan lebih dari 4.000 zat kimia yang sebelumnya umum dipakai dalam produk tinta tato.
baca juga : “Hindari Begadang Rahasia Hidup Sehat dan Produktif“
Kisah Melanie, terlepas dari apakah kanker yang ia derita benar-benar dipicu oleh tinta tato atau tidak, menyadarkan kita akan pentingnya kewaspadaan terhadap bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh, terutama melalui prosedur non-medis seperti tato.
Beberapa pelajaran penting dari kasus ini:
Sebelum melakukan tato, pastikan studio yang Anda pilih menggunakan tinta yang telah disertifikasi secara resmi dan tidak mengandung zat berbahaya. Hindari studio ilegal yang menggunakan produk murah atau impor tanpa pengawasan.
Jika Anda mengalami reaksi berlebihan setelah tato, seperti bengkak parah, demam, kelelahan ekstrem, atau gejala yang tidak biasa, jangan abaikan. Segera konsultasikan dengan dokter.
Orang dengan riwayat alergi, gangguan imun, atau penyakit kronis tertentu sebaiknya mempertimbangkan risiko sebelum memutuskan untuk membuat tato.
Dr. Richard Bisset, ahli toksikologi dari University College London, menyatakan:
“Risiko dari tinta tato bukanlah mitos, tetapi juga bukan alasan untuk panik berlebihan. Yang terpenting adalah memilih tinta yang aman dan mengikuti prosedur yang benar.”
Sementara itu, Prof. Lisa Müller, pakar hematologi dari Munich University, menambahkan:
“Kanker darah memiliki banyak faktor pemicu, termasuk genetik, lingkungan, dan paparan zat kimia. Tinta tato mungkin bisa menjadi salah satu faktor risiko, namun butuh penelitian lebih dalam untuk menyatakan hubungan kausal yang pasti.”
Meski berita seperti yang dialami Melanie bisa menimbulkan kecemasan, penting untuk diingat bahwa jutaaan orang bertato di seluruh dunia tidak mengalami efek samping serius. Kuncinya ada pada: